RANCANG
BANGUN APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK
MENENTUKAN JENIS GANGGUAN PERKEMBANGAN
PADA ANAK
Di ajukan sebagai tugas Akhir Matakuliah
Bahasa Indonesia
Dosen
pembimbing:
AS’AT,M.Pd
Penyusun:
MAKHRUS
SHOLEH
(2010.69.04.0026)
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
YUDHARTA PASURUAN 2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia dan hidayahNya yang telah
memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini dengan baik.
Karya
ilmiah yang berjudul “Rancang Bangun Aplikasi Sistem Pakar Untuk Menentukan
Jenis Gangguan Pada Anak” di susun sebagai salah tugas akhir matakuliah Bahasa
Indonesia .Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan ,maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
Dalam
penyusunan Karya Ilmiah ini penulis tidak akan berhasil tanpa
bimbingan,petunjuk,dan pengarahan dari dosen pembimbing serta pihak lain yang
telah membantu secara moral dan materiil.Sehubungan dengan itu penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. KH.
Sholeh Bahrudin selaku pengasuh Pondok Pesantren Ngalah Darut Taqwa yang telah
memberi saya spirit untuk menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
2. Bapak
Dr.Syaifullah,M.Hi selaku Rektor Universitas Yudharta Pasuruan.
3. Bapak
As’at,M.Pd selaku Dosen Bahasa Indonesia dan pembimbing pembuatan Karya Ilmiah.
4. Kedua
orang tuaku yang selalu memberikan do’a,dukungan dan kasih sayang baik secara
moral dan materiil dalam penulisan Karya Ilmiah ini.
Akhir
kata semoga Karya Ilmiah yang telah di buat oleh penulis dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan pihak lain yang berkepentingan.
Pasuruan,14
Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................ I
DAFTAR
ISI............................................................................................... II
ABSTRAK.................................................................................................. IV
BAB
I ( PENDAHULUAN) :..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah............................................................................. 2
BAB
II......................................................................................................... 3
2.1 Kecerdasan Buatan
Secara Umum.................................................. 3
2.2 Sistem Pakar .................................................................................. 3
2.3 Struktur Sistem Pakar ................................................................... 5
2.4
Komponen Sistem pakar .............................................................. 7
2.5 Metode Inferensi ........................................................................... 8
2.6 Representasi Pengetahuan ............................................................. 9
2.7 Ketidakpastian dengan Teori Certainty Factor
(Teori Kepastian). 10
2.8 Gangguan Perkembangan pada Anak ........................................... 12
2.9 Jenis Gangguan perkembangan anak ............................................ 13
2.10 Autis ............................................................................................ 17
2.11 Conduct Disorder ....................................................................... 19
2.12 Attentation Deficit Hyperactive Disorders
(ADHD) ................. 21
BAB
III (PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI):.......................... 23
3.1 Perancangan Basis Pengetahuan.................................................... 23
3.2 Perancangan Mesin Inferensi ........................................................ 24
3.3 Implementasi Perangkat Lunak ..................................................... 24
BAB
IV (PEMBAHASAN) :...................................................................... 26
4.1 Pengujian Kebenaran Sistem.......................................................... 26
4.2 Pengujian Satu Gejala Satu jenis gangguan .................................. 26
4.3 Pengujian Satu Gejala Beberapa Gangguan .................................. 27
4.4 Pengujian Beberapa Gejala Satu Gangguan .................................. 28
4.5 Pengujian Beberapa Gejala beberapa Gangguan............................ 29
BAB
IV (PENUTUP).................................................................................. 31
4.1 KESIMPULAN............................................................................. 31
4.2 SARAN......................................................................................... 31
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 32
ABSTRAK
Sistem
pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi
pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh
para ahli. Atau dengan kata lain sistem pakar adalah sistem yang didesain dan
diimplementasikan dengan bantuan bahasa pemrograman tertentu untuk dapat
menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan oleh para ahli.Diharapkan dengan
sistem ini, orang awam dapat
menyelesaikan masalah tertentu baik sedikit’rumit ataupun rumit sekalipun
‘tanpa’ bantuan para ahli dalam bidang tersebut. Sedangkan bagi para ahli,
sistem ini dapat digunakan sebagai asisten yang berpengalaman. Aplikasi yang
dikembangkan ini bertujuan untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada
anak di bawah umur 10 tahun dengan hanya memperhatikan gejala-gejala yang
dialami. Dengan menggunakan metode Certanty Factor(CF), didapatkan nilai
Kemungkinan gangguan yang dialami pasien.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
komputer dewasa ini telah mengalami
banyak perubahan yang sangat pesat, seiring dengan kebutuhan manusia yang
semakin banyak dan kompleks. Komputer yang pada awalnya hanya digunakan oleh para akademisi dan
militer, kini telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya: Bisnis,
Kesehatan, Pendidikan, Psikologi, Permainan dan sebagainya. Hal ini mendorong
para ahli untuk semakin mengembangkan komputer agar dapat membantu kerja manusia atau bahkan melebihi
kemampuan kerja manusia.
Kecerdasan
buatan atau artificial intelligence
merupakan bagian dari ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat
melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia. Sistem
cerdas (intelligent system) adalah sistem yang dibangun dengan menggunakan
teknik-teknik artificial intelligence.
Salah satu yang dipelajari pada kecerdasan buatan adalah teori kepastian dengan
menggunakan teori Certainty Factor (CF) (Kusumadewi, 2003). Sistem Pakar (Expert System) adalah program berbasis
pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk problema-problemadalam
suatu domain yang spesifik.
Sistem
pakar merupakan program computer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan
pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Implementasi sistem pakar banyak digunakan dalam bidang
psikologi karena sistem pakar dipandang sebagai cara penyimpanan pengetahuan
pakar pada bidang tertentu dalam program komputer sehingga keputusan dapat
diberikan dalam melakukan penalaran secara cerdas.Irisan antara psikologi dan
sistem pakar melahirkan sebuah area yang dikenal dengan nama cognition &
psycolinguistics. Umumnya pengetahuannya diambil dari seorang manusia yang
pakar dalam domain tersebut dan sistem pakar itu berusaha meniru metodelogi dan
kinerjanya (performance) (Kusumadewi, 2003).
Salah
satu implementasi yang diterapkan sistem pakar dalam bidang psikologi, yaitu
untuk sistem pakar menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak. Anak-anak
merupakan fase yang paling rentan dan
sangat perlu diperhatikan satu demi satu tahapan perkembangannya. Contoh satu bentuk gangguan
perkembangan adalah conduct
disorder. Conduct disorder adalah satu
kelainan perilaku dimana anak sulit membedakan benar salah atau baik dan buruk,
sehingga anak merasa tidak bersalah walaupun sudah berbuat kesalahan.Dampaknya
akan sangat buruk bagi perkembangan sosial anak tersebut. Oleh karena itu dibangun suatu sistem pakar
yang dapat membantu para pakar/ psikolog anak untuk menentukan jenis gangguan
perkembangan pada anak dengan menggunakan metode Certainty Factor (CF).
1.2 Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk
melakukan diagnosis gangguan pada perkembangan anak yang mampu membuat suatu
keputusan yang sama, sebaik dan seperti pakar.
1.3 Batasan Masalah
1. Sistem
pakar ini berbasis web.
2. Diasumsikan
bahwa data dimasukkan oleh orang yang mengetahui perubahan tingkah laku si
pasien.
3. Sistem
pakar ini mendiagnosis pasien di bawah umur 10 tahun.
4. Sumber
pengetahuan diperoleh dari pakar, buku-buku, dan e-book yang mendukung.
5. Metode
yang digunakan dalam penyelesaian masalah ini adalah metode Certainty Factor.
BAB II
2.1 Kecerdasan Buatan Secara Umum
Kecerdasan
buatan dapat didefinisikan sebagai mekanisme pengetahuan yang ditekankan pada
kecerdasan pembentukan dan penilaian pada alat yang menjadikan mekanisme itu,
serta membuat komputer berpikir secara cerdas. Kecerdasan buatan juga dapat
didefinisikan sebagai salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin
(komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia.
Teknologi kecerdasan buatan dipelajari dalam bidang-bidang, seperti: robotika,
penglihatan komputer (computer vision), jaringan saraf tiruan (artifical neural system), pengolahan bahasa
alami(natural language processing),pengenalan suara (speech recognition), dan
sistem pakar (expert system).
2.2
Sistem Pakar
Sistem
pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi
pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah
seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Atau dengan kata lain sistem pakar
adalah sistem yang didesain dan diimplementasikan dengan bantuan bahasa pemrograman tertentu untuk dapat
menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan oleh para ahli. Diharapkan dengan
sistem ini, orang awam dapat menyelesaikan masalah tertentu baik ‘sedikit’
rumit ataupun rumit sekalipun ‘tanpa’ bantuan para ahli dalam bidang tersebut.
Sedangkan bagi para ahli, sistem ini dapat digunakan sebagai asisten yang
berpengalaman. Sistem pakar merupakan cabang dari Artificial Intelligence (AI) yang cukup tua
karena sistem ini telah mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1960.Sistem
pakar yang muncul pertama kali adalah
General-purpose problem solver (GPS) yang dikembangkan oleh Newl dan Simon. Sampai saat ini sudah banyak sistem
pakar yang dibuat, seperti MYCIN, DENDRAL, XCON & XSEL, SOPHIE, Prospector,
FOLIO, DELTA, dan sebagainya (Kusumadewi, 2003). Perbandingan sistem
konvensional dengan sistem pakar sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):
a. Sistem
Konvensional
1.
Informasi dan pemrosesan umumnya digabung
dalam satu program sequential
2.
Program tidak pernah salah (kecuali
pemrogramnya yang salah)
3.
Tidak menjelaskan mengapa input dibutuhkan atau bagaimana hasil
diperoleh
4.
Data harus lengkap
5.
Perubahan pada program merepotkan
6.
Sistem bekerja jika sudah lengkap.
b. Sistem
Pakar
1. Knowledge
base terpisah dari mekanisme pemrosesan (inference)
2. Program
bisa melakukan kesalahan
3. Penjelasan
(explanation) merupakan bagian dari ES
4. Data
tidak harus lengkap
5. Perubahan
pada rules dapat dilakukan dengan mudah
6. Sistem
bekerja secara heuristik dan logic
Suatu
sistem dikatakan sistem pakar apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Kusumadewi, 2003):
1. Terbatas
pada domain keahlian tertentu
2. Dapat
memberikan penalaran untuk data-data yang tidak pasti
3. Dapat
mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat
dipahami
4. Berdasarkan
pada kaidah atau rule tertentu
5. Dirancang
untuk dikembangkan sacara bertahap
6. Keluarannya
atau output bersifat anjuran.
Adapun
banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengembangkan sistem pakar, antara
lain (Kusumadewi, 2003):
1. Masyarakat
awam non-pakar dapat memanfaatkan keahlian di dalam bidang tertentu tanpa
kesadaran langsung seorang pakar
2. Meningkatkan
produktivitas kerja, yaitu bertambahnya
efisiensi pekerjaan tertentu serta hasil solusi kerja
3. Penghematan
waktu dalam menyelesaikan masalah yang kompleks
4. Memberikan
penyederhanaan solusi untuk kasus-kasus yang kompleks dan berulang-ulang
5. Pengetahuan
dari seorang pakar dapat dikombinasikan tanpa ada batas waktu
6. Memungkinkan
penggabungan berbagai bidang pengetahuan dari berbagai pakar untuk
dikombinasikan.
Selain
banyak manfaat yang diperoleh, ada juga kelemahan pengembangansistem pakar,
yaitu (Kusumadewi, 2003):
1. Daya
kerja dan produktivitas manusia menjadi berkurang karena semuanyadilakukan
secara otomatis oleh sistem
2. Pengembangan
perangkat lunak sistem pakar lebih sulit dibandingkan denganperangkat lunak
konvensional.
Tujuan
pengembangan sistem pakar sebenarnya bukan untukmenggantikan peran manusia,
tetapi untuk mensubstitusikan
pengetahuanmanusia ke dalam bentuk sistem, sehingga dapat digunakan oleh orang
banyak.
2.3
Struktur Sistem Pakar
Sistem
pakar disusun oleh dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan (development
environment) dan lingkungan konsultasi (consultation environment) (Turban,
1995). Lingkungan pengembangan sistem pakar digunakan untuk memasukkan
pengetahuan pakar ke dalam lingkungan sistem pakar, sedangkan lingkungan
konsultasi digunakan oleh pengguna yang
bukan pakar guna memperoleh pengetahuan pakar. Komponen-komponen sistem pakar
dalam dua bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Komponen-komponen yang
terdapat dalam sistem pakar adalah seperti yang terdapat pada Gambar 1,
yaitu User Interface (antarmuka
pengguna), basis pengetahuan, akuisisi pengetahuan, mesin inference, workplace,
fasilitas penjelasan, perbaikan pengetahuan.
Gambar
1. Arsitektur sistem pakar
Seorang
pakar mempunyai pengetahuan tentang masalah yang khusus. Dalam hal ini
disebut domain knowledge. Penggunaan
kata “domain” untuk memberikan penekanan pengetahuan pada problem yang spesifik. Pakar menyimpan domain
knowledge pada Long Term Memory (LTM) atau ingatan jangka panjangnya.
Gambar
2. Pemecahan masalah pada pakar
Ketika
pakar akan memberikan nasihat atau solusi kepada seseorang, pakar terlebih dahulu
menentukan fakta-fakta dan menyimpannya ke dalam Short Term Memory (STM) atau
ingatan jangka pendek. Kemudian pakar memberikan solusi tentang masalah
tersebut dengan mengkombinasikan fakta-fakta pada STM dengan pengetahuan LTM.
Dengan menggunakan proses ini pakar mendapatkan informasi baru dan sampai pada
kesimpulan masalah. Gambar 2 menunjukan berkas diagram pemecahan masalah dengan
pendekatan yang digunakan pakar.
Gambar
3. Struktur pemecahan masalah pada sistem pakar
Sistem
pakar dapat memecahkan masalah menggunakan proses yang sama dengan metode yang
digunakan oleh pakar, struktur yang digunakan ditunjukan pada Gambar 3.
2.4
Komponen Sistem pakar
Sebuah
program yang difungsikan untuk menirukan seorang pakar manusia harus bisa
melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan seorang pakar. Untuk membangun sistem
seperti itu maka komponen-komponen dasar
yang harus dimilikinya paling sedikit adalah sebagai berikut:
1.
Antar muka pemakai (User Interface)
2.
Basis pengetahuan (Knowledge Base)
3.
Mesin inferensi
Sedangkan
untuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang pakar yang
berinteraksi dengan pemakai, maka dapat dilengkapi dengan fasilitas berikut:
1.
Fasilitas penjelasan (Explanation)
2.
Fasilitas Akuisisi pengetahuan
(Knowledge acquisition facility)
3.
Fasilitas swa-pelatihan (self-training)
2.5 Metode Inferensi
Komponen
ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan oleh pakar
dalam menyelesaikan suatu masalah. Metode inferensi adalah program komputer
yang memberikan metedologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam
basis pengetahuan dan dalam workplace , dan untuk memformulasikan kesimpulan
(Turban, 1995). Kebanyakan sistem pakar berbasis aturan menggunakan strategi
inferensi yang dinamakan modus ponen. Berdasarkan strategi ini, jika terdapat
aturan “IF A THEN B”, dan jika diketahui bahwa A benar, maka dapat disimpulkan
bahwa B juga benar. Strategi inferensi modus ponen dinyatakan dalam bentuk:
[A And (A→B)] →B (1)
dengan A dan A→B adalah
proposisi-proposisi dalam basis pengetahuan.
Terdapat
dua pendekatan untuk mengontrol inferensi dalam sistem pakar berbasis aturan,
yaitu pelacakan ke belakang (Backward chaining) dan pelacakan ke depan (forward
chaining).
a. Pelacakan ke belakang (Backward Chaining)
Pelacakan
ke belakang adalah pendekatan yang dimotori oleh tujuan (goal-driven). Dalam
pendekatan ini pelacakan dimulai dari tujuan, selanjutnya dicari aturan yang
memiliki tujuan tersebut untuk kesimpulannya. Selanjutnya proses pelacakan
menggunakan premis untuk aturan tersebut sebagai tujuan baru dan mencari aturan
lain dengan tujuan baru sebagai
kesimpulannya. Proses berlanjut sampai semua kemungkinan ditemukan (Kusumadewi,
2003). Gambar 4 menunjukan proses backward chaining.
Observasi A Aturan R1 Fakta C
Tujuan 1
(keaimpulan)
|
Observasi B Aturan R2 Fakta D Aturan R 2
Gambar
4. Proses backward chaining
b. Pelacakan ke depan (forward chaining)
Pelacakan
kedepan adalah pendekatan yang dimotori data (data-driven). Dalam pendekatan
ini pelacakan dimulai dari informasi masukan, dan selanjutnya mencoba
menggambarkan kesimpulan. Pelacakan ke
depan, mencari fakta yang sesuai dengan bagian IF dari aturan IF-THEN. Gambar 5
menunjukkan proses forward chaining.
Observasi A Aturan R1 Fakta C Kesimpulan
Aturan
R 3
Observasi B Aturan R2 Fakta D Aturan R 2
Kesimpulan
Fakta E
Gambar
5. Proses forward chaining
2.6 Representasi Pengetahuan
Setelah
menerima bidang kepakaran yang telah
diaplikasikan pada sistem pakar, kemudian mengumpulkan pengetahuan yang sesuai
dengan domain keahlian tersebut.
Pengetahuan yang dikumpulkan tersebut
tidak bisa diaplikasikan begitu saja dalam sistem. Pengetahuan harus
direpresentasikan dalam format tertentu dan dihimpun dalam suatu basis
pengetahuan.
Pengetahuan yang dilakukan pada sistem pakar
merupakan serangkaian informasi pada
domain tertentu. Kedua hal tersebut menurut ekspresi
klasik oleh Wirth ditulis sebagai berikut:
Algoritma + Struktur
Data = Program
Pengetahuan + Inferensi
= Sistem Pakar
Noise merupakan suatu item yang tidak
mempunyai maksud (interest). Noise merupakan data yang masih kabur atau tidak jelas. Data adalah item yang mempunyai makna
potensial. Data diolah menjadi pengetahuan.
Meta knowledge adalah pengetahuan tentang pengetahuan dan keahlian.
Karakteristik pengetahuan yang diperoleh tergantung pada sifat masalah yang
akan diselesaikan, tipe dan tingkat
pengetahuan seorang pakar. Pengetahuan harus
diekstraksikan dan dikodekan dalam suatu bentuk tertentu untuk
memecahkan masalah. Ketika pengetahuan dalam suatu bidang kepakaran tersedia,
maka dipilih representasi pengetahuan yang tepat. Pengetahuan dapat digolongkan
menjadi dua kategori, yaitu: pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratif mengacu pada fakta, sedangkan
pengetahuan prosedural mengacu pada serangkaian tindakan dan konsekuensinya.
Pengetahuan deklaratif juga terlibat dalam pemecahan masalah, sedangkan pengetahuan prosedural
diasosiasikan dengan bagaimana menerapkan strategi atau prosedur penggunaan pengetahuan yang tepat
untuk memecahkan masalah.
Pengetahuan deklaratif menggunakan basis logika dan
pendekatan relasi. Representasi logika menggunakan logika proporsional dan logika predikat. Model relasi menggunakan
jaringan semantik, graph dan pohon keputusan (decision tree). Pengetahuan
prosedural menggunakan algoritma sebagai
prosedural pemecahan masalah
2.7 Ketidakpastian dengan Teori Certainty Factor
(Teori Kepastian)
Dalam
menghadapi suatu permasalahan sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki
kepastian penuh. Ketidakpastian ini dapat berupa probabilitas atau
kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti
disebabkan oleh dua faktor, yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna
yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini
sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis
penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan hubungan antara
gejala dengan penyebabnya secara pasti,
dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya
akan ditemukan banyak kemungkinan diagnosis.
Sistem
pakar harus mampu bekerja dalam ketidakpastian. Sejumlah teori telah ditemukan
untuk menyelesaikan ketidakpastian, termasuk diantaranya probabilitas klasik,
probabilitas bayes, teori hartley berdasarkan himpunan klasik, teori shannon
berdasakan pada probabilitas, teori Depmster-Shafer, teori fuzzy Zadeh, dan
faktor kepastian (certanity factor). Faktor kepastian (Certanity Factor)
diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan
dalam pembuatan MYCIN (Kusumadewi, 2003).
Certanity Factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN
untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. Certanity Factor (CF) menunjukkan ukuran
kepastian terhadap suatu fakta atau aturan.
Certanity factor
didefinisikan sebagai berikut:
CF[h,e]=MB[h,e]-MD[h,e] dengan:
CF[h,e]= Faktor kepastian
MB[h,e]= Ukuran
kepercayaan terhadap hipotesis h, jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1)
MD[h,e]= Ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesis h,
jika diberikan evidence e (antara 0 dan 1)
Gambar 7 menunjukkan kombinasi aturan ketidakpastian:
Gambar
7. Kombinasi aturan ketidakpastian
Ada 3 hal yang mungkin
terjadi pada Certanity Factor (CF):
a)
Beberapa
evidence dikombinasikan untuk menentukan CF dari suatu hipostesis (Gambar 7a). Jika e1 dan e2 adalah observasi, maka:
b)
CF dihitung dari kombinasi beberapa
hipotesis (Gambar 7b), jika h1 dan h2 adalah hipotesis, maka:
MB[h1
∧h2,e] = min(MB[h1,e],MB[h2,e]) (5)
MB[h1
∨h2,e] =
max(MB[h1,e],MB[h2,e]) (6)
MD[h1
∧h2,e] =
min(MD[h1,e],MD[h2,e]) (7)
MD[h1
∨h2,e] =
max(MD[h1,e],MD[h2,e]) (8)
CF[h1 ∧
h2,e] = MB[h1 ∧
h2,e] - MD[h1 ∧h2,e] (9)
CF[h1
∨ h2,e] = MB[h1 ∨ h2,e] - MD[h1 ∨ h2,e] (10)
c) Beberapa
aturan saling bergandengan,
ketidakpastian dari suatu aturan menjadi input untuk aturan yang lainnya
(Gambar 7c), maka:
MB[h,s]=MB’[h,s]*max(0,CF[s,e]) (11)
dengan
MB’[h,s] adalah ukuran kepercayaan h berdasarkan keyakinan penuh terhadap
validitas s.
2.8
Gangguan Perkembangan pada Anak
Manusia
dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan. Dari mulai dilahirkan sebagai
seorang bayi, berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya
meninggal dunia. Dalam perjalanannya tersebut tidak sedikit yang mengalami
berbagai gangguan dan permasalahan yang kemudian disebut sebagai hambatan atau
gangguan perkembangan. Sebuah perkembangan yang terjadi pada diri manusia akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya, karenannya perlu ada perhatian
khusus dalam masalah ini sebagai
tindakan preventif, sehingga harapannya perkembangan yang akan berlangsung
selanjutnya dalam kondisi yang positif. Anak-anak merupakan fase yang paling rentan dan sangat
perlu diperhatikan satu demi satu tahapan perkembangan yang dialaminya.
2.9 Jenis Gangguan perkembangan anak
a. Keterbelakangan mental (Mental Retardetion)
Ø Definisi
Keterbelakangan mental
Keterbelakangan
Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan
umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk
menyesuaikan diri (berprililaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 10
tahun.
Ø Penyebab
Keterbelakangan Mental
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh
faktor keturunan dan lingkungan. Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya
tidak diketahui; hanya 25% kasus yang memiliki penyebab yang spesifik
(Maharani,2007).
Secara kasar, penyebab
RM dibagi menjadi beberapa kelompok:
a) Trauma
(sebelum dan sesudah lahir)
·
Perdarahan intrakranial sebelum atau
sesudah lahir
· Hipoksia
(kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
·
Cedera kepala yang berat
b) Infeksi
(bawaan dan sesudah lahir)
·
Rubella kongenitalis
·
Meningitis
·
Infeksi sitomegalovirus bawaan
·
Ensefalitis
·
Toksoplasmosis kongenitalis
·
Infeksi HIV
c) Kelainan
kromosom
·
Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma
Down)
·
Defek pada kromosom (sindroma X yang
rapuh, sindroma sindroma Prader-Willi)
·
Translokasi kromosom dan sindroma cri du
chat
d) Kelainan
genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
·
Galaktosemia
·
Penyakit Tay-Sachs
·
Fenilketonuria
·
Sindroma Hunter
·
Sindroma Hurler
·
Sindroma Sanfilippo
·
Leukodistrofi metakromatik
·
Adrenoleukodistrofi
·
Sindroma Lesch-Nyhan
·
Sindroma Rett
·
Sklerosis tuberose
e)
Metabolik
·
Sindroma Reye
·
Dehidrasi hipernatremik
·
Hipotiroid kongenital
·
Hipoglikemia
f) Keracunan
·
Pemakaian alkohol, amfetamin dan obat
lain pada ibu hamil
·
Keracunan metilmerkuri
·
Keracunan timah hitam
g)
Gizi
·
Kwashiorkor
·
Marasmus
·
Malnutrisi
h) Lingkungan
·
Kemiskinan
·
Status ekonomi rendah
·
Sindroma deprivasi.
i) Gejala Keterbelakangan Mental
Table
1 menunjukkan tingkatan Retardasi Mental berdasarkan IQ pada usia prasekolah
dan usia sekolah.
Tabel 1. Tingkatan
Retardasi Mental
j) Diagnosa
Keterbelakangan mental
Tingkat
kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes
kecerdasan standar (tes IQ), yang
menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar
deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari
rata-rata 100).
k) Pengobatan Keterbelakangan mental
Tujuan
pengobatan yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin.
Sedini mungkin diberikan pendidikan dan
pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk
membantu anak berfungsi senormal mungkin. Pendekatan perilaku sangat penting
dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM (Maharani, 2007).
l) Pencegahan
Keterbelakangan mental
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan
pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara dramatis telah
menurunkan angka kejadian rubella
(campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM.
Amniosentesis dan contoh vili
korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah kelainan,
termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada
janin. Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35
tahun dianjurkan untuk menjalani
amniosentesis dan pemeriksaan
vili korion, karena memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita
sindroma Down. USG juga dapat membantu
menemukan adanya kelainan otak. Untuk mendeteksi sindroma Down dan spina bifida
juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi
lahir, akan memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang
tua. Tindakan pencegahan lainnya yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM :
v Genetik
Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan
genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko
dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik.
v Sosial
Program
sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan
yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan
status ekonomi yang rendah.
v Keracunan
Program
lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan
merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan
obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM.
v Infeksi
Pencegahan rubella kongenitalis merupakan contoh yang
baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang
berhubungan dengan kucing,
toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat
toksoplasmosis.
2.10 Autis
Ø Definisi
Autis Autisme
bukanlah
penyakit menular, namun suatu gangguanperkembangan yang luas yang ada pada
anak. Seorang ahli mengatakanautisme adalah dasar dari manusia yang
berkepribadian ganda (Sizhophren).Autis pada anak berbeda-beda tarafnya dari
yang ringan sampai yang berat.Autis dapat terjadi pada siapa saja tanpa
membedakan perbedaan statussosial maupun ekonomi. Dengan perbandingan 4:1 pada
anak laki-laki. IQpada anak autis bisa dari yang rendah sampai IQ yang tinggi
(Gunawan,2001).
Ø Gejala-gejala
pada anak Autis
Gejala
pada anak autis sudah tampak sebelum anak berumur 3 tahun, yaitu antara lain
dengan tidak adanya kontak mata, dan
tidak menunjukkan responsif terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak diadakan
terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti/mundur, seperti
tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenal namanya.
Ø Jenis-jenis
Autis
Jenis-jenis autis dibedakan menjadi dua:
§ Autisme
disertai hiperaktif (aktif)
§ Autisme
tidak disertai hiperaktif (pasif)
Ø Penyebab
Autis
Penyebab
utama belum diketahui dengan pasti. Autisme diduga disebabkan oleh gangguan
neurobiologis pada susunan syaraf pusat:
Ø Faktor
genetik
§ Gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin
§ Gangguan
pencernaan
§ Keracunan
logam berat
§ Gangguan
Auto – Imun
Ø Cara
Penanggulangan Autis
Berdasarkan
adanya gangguan pada otak, Autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya
dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai
terapi. Mengamati perilaku anak secara
mendalam
§ Mengetahui
riwayat perkembangannya
§ Pemeriksaan
medis (kerja sama dengan dokter, psikolog)
§ Melakukan
terapi wicara dan perilaku
2.11 Conduct Disorder
Conduct
disorder adalah satu kelainan perilaku yang mana anak sulit membedakan benar
salah, baik buruk; sehingga anak merasa tidak bersalah walaupun dia sudah
berbuat kesalahan. Dampaknya akan sangat buruk bagi perkembangan sosial anak
tersebut maupun perkembangan lainnya. Demikian pula perilaku agresif seorang
anak, harus ada suatu langkah yang dapat memperbaikinya.
Ø Simpton
conduct disorder
Menurut
DSM (Diagnostic of Statistical Manual of Mental Disorder), Conduct disorder merupakan suatu pola
perilaku yang terus berulang di mana hak dasar orang lain atau norma atau
aturan dalam masyarakat dilanggar, yang
dimanifestasikan dengan keberadaan tiga ( atau lebih ) kriteria berikut
dalam 12 bulan terakhir, dan sedikitnya satu kriteria harus ada dalam 6
bulan terakhir (Jurnal, 2003).
§ Agresi
terhadap orang-orang dan binatang:
1. Sering marah-marah,menakuti orang lain
2. Sering memulai perkelahian, fisik
3. Mengguanakan senjata yang dapat menyebabkan
ancaman fisik serius (tongkat pemukul, batu, pisau, dan lain lain)
4. Melakukan kekejaman fisik kepada binatang
5. Melakukan kekejaman fisik kepada orang
lain.
§ Perusakan
Properti atau barang-barang:
1. Melempar-lempar barang yang ada dihadapannya
ketika marah
2. Melempar barang-barang untuk melukai
seseorang atau binatang
§ Jenis-jenis
conduct disorder
Dibawah
ini merupakan beberapa kategori conduct
disorder menurut The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders
yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO, 1992).
1.
Conduct disorder yang dibatasi dalam
konteks keluarga: merupakan conduct disorder yang meliputi perilaku abnormal
sepenuhnya, atau hampir sepenuhnya, dibatasi dengan rumah dan atau interaksi
dengan keluarga.
2.
Conduct disorder yang tidak terisolasi: merupakan conduct disorder yang ditandai dengan
kombinasi perilaku disosial dan agresif yang berulang (tidak hanya perilaku melawan,
menyimpang, atau mengganggu), dengan abnormalitas yang dapat menembus secara
signifikan dalam hubungan individualnya dengan anak-anak yang lain.
3.
Conduct disorder yang terisolasi:
merupakan conduct disorder yang meliputi
perilaku sosial dan agresif yang berulang (tidak hanya perilaku melawan,
menyimpang, atau mengganggu), yang terjadi pada individu yang terintegrasi
dengan baik ke dalam peer group-nya.
Treatment bagi anak
dengan conduct disorder:
Trannning bagi orang tua untuk dapat
mengenali perilaku anak atau remaja yang mengalami conduct disorder
Terapi keluarga
Tranning problem solving skills untuk
anak dan remaja tersebut
Community base service yang difokuskan
pada anak-anak dalam keluarga atau lingkungan disekitarnya Terapi yang mungkin
dilakukan untuk anak penyandang conduct
disorder adalah sebagai berikut:
Pendekatan Cognitive-Behavioral Tujuan
dari Cognitive-Behavioral adalah untuk
meningkatkan kemampuan anak dalam
Problem solving skills, Communications
skills, Impuls control, dan Anger management skills.
Family theraphy Family theraphy adalah
terapi yang mengfokuskan pada perubahan system keluarga seperti meningkatkan
communications skills dan interaksi dalam keluarga.
Peer group theraphy Peer group theraphy
adalah terapi yang difokuskan peningkatan
social skills dan interpersonal skills
Medication Meskipun bukan merupakan threatment yang efektif, namun obat dapat digunakan untuk simpton atau gangguan yang responsive terhadap obat-obatan.
2.12 Attentation Deficit Hyperactive Disorders
(ADHD)
Adalah
kependekan dari Attentation Deficit
Hyperactive Disorders yang merupakan istilah yang paling sering digunakan untuk
menyatakan suatu keadaan yang memiliki karakterisrik utama ketidakmampuan memusatkan
perhatian,impulsivitas, dan
hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan perkembangan anak (Jurnal,
2003).
Ø Penyebab
ADHD
Ditimbulkan
Karena faktor lingkungan sosial atau karena metode pengasuhan anak, penyebab
yang paling subtansi dan paling diyakini adalah faktor neurologi dan faktor genetis. Semua faktor memberikan dampak
peningkatan terhadap gangguan.
Ø Pengobatan
/ terapi ADHD
Terapi Medikasi Terapi medikasi atau
famakologi adalah penanganan dengan mengguanakan obat-obatan.
Terapi Nutrisi Terapi nutrisi adalah
terapi yang mengacu pada keseimbanganan makana. Seperti keseimbangan
karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan.
Terapi Biomedis Terapi biomedis
dilakukan dengan pemberian suplemen
nutrisi, defisiensi
mineral,
essential fatty Acids, gangguan
metabolism asam amino dan toksisitas ligam berat.
Terapi modifikasi prilaku Terapi
modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara
langsung,
dengan lebih mengfokuskan pada perubahan spesifik. Modifikasi perilaku
merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan positif dan dapat
menghindarkan anak dari perasaan
frustasi, marah, dan berkecil hati menjadi perasaan yang penuh percaya
diri.
BAB III
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
3.1 Perancangan Basis Pengetahuan
Dalam
perancangan basis pengetahuan ini digunakan kaidah produksi sebagai sarana
untuk representasi pengetahuan. Kaidah produksi dituliskan dalam bentuk
pernyataan JIKA [premis] MAKA [konklusi]. Pada perancangan basis
pengetahuan sistem pakar ini premis adalah gejala-gejala yang terlihat pada
anak dan konklusi adalah jenis gangguan perkembangan yang diderita anak,
sehingga bentuk pernyataannya adalah JIKA [gejala] MAKA [gangguan]. Bagian
premis dalam aturan produksi dapat memiliki lebih dari satu proposisi yaitu
berarti pada sistem pakar ini dalam satu kaidah dapat memiliki lebih dari satu
gejala. Gejala-gejala tersebut dihubungkan dengan menggunakan operator logika
DAN. Bentuk pernyatannya adalah:
JIKA
[gejala 1]
DAN
[gejala 2]
DAN
[gejala 3]
MAKA
[gangguan]
Adapun
contoh kaidah Sistem Pakar Menentukan Gangguan Perkembangan
pada Anak adalah
sebagai berikut:
JIKA
Anak Sulit Berbicara
DAN
Tes IQ Dibawah !9
DAN
Koordinasi Otot Tidak Sempurna
MAKA
Gangguan Retardasi Mental Berat
Berdasarkan
contoh kaidah pengetahuan diatas maka kaidah tersebut dapat disimpan dalam
bentuk sebuah tabel sehingga dapat lebih
mudah untuk di mengerti. Dimana pada tabel tersebut terdapat kolom jenis gangguan yang
menjelaskan tentang definisi,penyebab, dan pengobatan.
3.2 Perancangan Mesin Inferensi
Metode
penalaran yang digunakan dalam sistem
adalah penalaran pelacakan maju (Forward
Chaining) yaitu dimulai dari sekumpulan fakta-fakta tentang suatu gejala yang
diberikan oleh pengguna sebagai masukan sistem, untuk kemudian dilakukan
pelacakan sampai tujuan akhir berupa diagnosis kemungkinan jenis gangguan
perkembangan yang diderita dan penjelasan tentang jenis gangguan yang diderita
serta cara pengobatannya. Dalam proses penarikan kesimpulan dapat dilihat pada
Gambar 8.
3.3 Implementasi Perangkat Lunak
Sistem
Pakar Menentukan Gangguan Perkembangan pada Anak ini, dalam implementasinya dibatasi pada tambah, update dan delete data pasien, pakar,
gejala, gangguan, pengetahuan, dan berita. Implementasinya terdiri dari beberapa halaman
yang memiliki fungsi sendiri-sendiri. Halaman-halaman tersebut akan tampil
secara berurutan sesuai dengan urutan yang telah terprogram, setelah pengguna melakukan proses tertentu.
Gambar
8. Flowchart Sistem Pakar Gangguan perkembangan anak
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Pengujian Kebenaran Sistem
Pengujian
kebenaran sistem dilakukan untuk mengetahui kesamaan hasil akhir atau output
yang berupa kemungkinan jenis gangguan yang dihasilkan oleh sistem, dengan yang
dihasilkan oleh perhitungan secara manual. Untuk mengetahui hasil output dari sistem harus melakukan konsultasi terlebih dahulu yang kemudian
memasukkan gejala-gejala yang dirasakan
oleh pasien kemudian setelah selesai melakukan konsultasi maka akan muncul
halaman hasil konsultasi yang akan menampilkan kemungkinan jenis gangguan perkembangan yang dialami oleh
pasien. Pengujian kebenaran sistem dilakukan dengan melakukan
beberapa
ujicoba diantaranya sebagai berikut:
1. Dengan
satu gejala satu jenis gangguan
2. Dengan
satu gejala beberapa jenis gangguan
3. Dengan
beberapa gejala satu jenis gangguan
4. Dengan
beberapa gejala beberapa gangguan
4.2
Pengujian Satu Gejala Satu jenis gangguan
Pada
pengujian satu gejala untuk satu jenis gangguan ini, percobaan akan menggunakan
gejala kontak mata, ekspresi muka, dan gerak-gerik tubuh kurang hidup dengan
kemungkinan mengalami jenis gangguan perkembangan Autisme Aktif dengan nilai MB
= 0.9 dan MD = 0.1.
Berdasarkan
data diatas, apabila menggunakan perhitungan manual maka hasil perhitungannya
adalah sebagai berikut:
CF
[Autisme Aktif, Kontak mata dan ekspresi muka kurang hidup]=0.9 - 0.1 = 0.8
Berdasarkan
perhitungan manual tersebut nilai CF
(Faktor Kepastian) yang dihasilkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan pasien tersebut mengalami
gangguan perkembangan Autisme Aktif dengan nilai CF = 0.8 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan sistem menghasilkan kemungkinan
pasien mengalami jenis gangguan perkembangan yaitu Autisme Aktif dan dapat
melihat secara detail definisi, penyebab, dan pengobatannya.
Berdasarkan
hasil percobaan tersebut dengan
melakukan perhitungan baik manual maupun sistem dapat dibandingkan bahwa hasil
akhir atau output dari sistem yang
berupa kemungkinan gangguan sama dengan hasil yang dilakukan oleh perhitungan
manual dengan nilai CF sebesar 0.8 dengan kemungkinan jenis gangguan Autisme
Aktif.
4.3
Pengujian Satu Gejala Beberapa Gangguan
Pada
pengujian satu gejala beberapa gangguan ini, percobaan akan menggunakan gejala
Kesadaran anak untuk bersosialisasi
kurang dengan kemungkinan akan mengalami beberapa gangguan diantaranya adalah:
Mengalami Gangguan: Retardasi Mental Ringan dengan nilai MB = 0.5 dan MD =
0.05, Retardasi Mental Moderat dengan nilai MB = 0.7 dan MD = 0.1, Autisme
Aktif dengan nilai MB = 0.89 dan MD = 0.1, dan Disfraxsia dengan nilai MB = 0.4
dan MD = 0.1.
Berdasarkan
data diatas, apabila menggunakan perhitungan manual maka hasil perhitungannya
adalah sebagai berikut:
CF
[Retardasi Mental Ringan, Kesadaran anak untuk bersosialisasi kurang]
= 0.5 - 0.05 = 0.45
CF
[Retardasi Mental Moderat, Kesadaran anak untuk bersosialisasi kurang]= 0.7 – 0.1 = 0.6
CF
[Autisme Aktif, Kesadaran anak untuk bersosialisasi kurang]
=
0.89 – 0.1 = 0.79
CF
[Disfraxsia, Kesadaran anak untuk bersosialisasi kurang
=
0.4 – 0.1 = 0.3
Berdasarkan
perhitungan manual tersebut berdasarkan nilai CF (Faktor Kepastian) yang
tertinggi dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan pasien tersebut mengalami
gangguan perkembangan Autisme Aktif dengan nilai CF = 0.79
Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan sistem menghasilkan kemungkinan pasien mengalami
jenis gangguan perkembangan yaitu Autisme Aktif dan dapat melihat secara detail
definisi, penyebab, dan pengobatannya.
Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan sistem menghasilkan kemungkinan beberapa jenis
gangguan yaitu Retardasi Mental Ringan, Retardasi Mental Moderat, Autisme
Aktif, dan Disfraxsia. Berdasarkan hasil percobaan tersebut dengan melakukan perhitungan baik manual
maupun sistem dapat dibandingkan bahwa hasil akhir atau output dari sistem yang berupa kemungkinan
jenis gangguan sama dengan hasil yang dilakukan oleh perhitungan manual dengan
nilai CF terbesar yaitu sebesar 0.79 dengan kemungkinan jenis gangguan Autisme
Aktif.
4.4
Pengujian Beberapa Gejala Satu Gangguan
Pada
pengujian beberapa gejala satu gangguan ini, percobaan akan menggunakan
beberapa gejala yaitu: Anak kesulitan menjaga konsentrasi dlm aktivitasnya
dengan nilai MB = 0.85 dan MD = 0.10, Sering gagal dalam memberi perhatian
secara jelas dengan nilai MB = 0.70 dan MD = 0.35 dan Sering membuat kesalahan
yang tidak terkontrol dengan nilai MB =
0.89 dan MD = 0.10. Ketiga gejala tersebut kemungkinan akan mengalami gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif.
Berdasarkan
data diatas, apabila menggunakan perhitungan manual maka hasil perhitungannya
adalah sebagai berikut:
MB [ADHD, Kesulitan konsentrasi ^ gagal dalam
memberi perhatian]
=
0.85 + 0.70 * ( 1 – 0.85) = 0.232
MD [ADHD, Kesulitan konsentrasi ^ gagal dalam
memberi perhatian]
=
0.10 + 0.35 * ( 1 – 0.10) = 0.405
MB [ADHD, Kesulitan konsentrasi ^ gagal dalam
memberi perhatian ^ Sering membuat
kesalahan]
=
0.232 + 0.89 * ( 1 – 0.232) = 0.8616
MD [ADHD, Kesulitan konsentrasi ^ gagal dalam
memberi perhatian ^ Sering membuat kesalahan]
=
0.405 + 0.10 * ( 1 – 0.405) = 0.3004
CF [ADHD, sering menyendiri segala kemampuan
terbelakang]
=
0.8616 – 0.3004 = 0.5612
Berdasarkan
perhitungan manual tersebut berdasarkan nilai CF (Faktor Kepastian) yang
dihasilkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan pasien tersebut mengalami
gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktif dengan nilai CF = 0.5612.
4.5
Pengujian Beberapa Gejala beberapa Gangguan
Pada
pengujian beberapa gejala beberapa gangguan ini, percobaan akan menggunakan
beberapa gejala yaitu: Anak hanya
sedikit memiliki kemampuan ekspresif dengan nilai MB = 0.50 dan MD = 0.10,
Kesulitan menjaga konsentrasi dlm aktivitasnya dengan nilai MB = 0.85 dan MD =
0.10. Kedua gejala tersebut kemungkinan akan terkena gangguan perkembangan yaitu Disfraxia dan Gangguan
Pemusatan Perhatian&Hiperaktif(ADHD). Berdasarkan data diatas, apabila
menggunakan perhitungan manual maka hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
CF [Disfraxia, Anak hanya sedikit memiliki
kemampuan ekspresif]
= 0.50 - 0.10 = 0.40
CF [ADHD, Kesulitan menjaga konsentrasi dlm
aktivitasnya]
= 0.85 – 0.10 = 0.75
Berdasarkan
perhitungan manual tersebut berdasarkan nilai CF (Faktor Kepastian) yang
dihasilkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan pasien tersebut mengalami
Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktif(ADHD) dengan nilai CF = 0.75 dan
dengan kemungkinan mengalami gangguan Disfraxia dengan nilai CF = 0.40. Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan sistem menghasilkan kemungkinan gangguan yaitu Disfraxia
Berdasarkan hasil percobaan tersebut
dengan melakukan perhitungan baik manual maupun sistem dapat
dibandingkan bahwa hasil akhir atau output dari sistem yang berupa kemungkinan
gangguan, sama dengan hasil yang dilakukan oleh perhitungan manual dengan
kemungkinan mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktif(ADHD)
dengan nilai CF = 0.75 dengan kemungkinan mengalami gangguan Disfraxia dengan
nilai CF = 0.40.
BAB
IV
PENUTUP
Rancang
bangun sistem pakar untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak menggunakan
metode inferensi ini diharapkan
dapat menjadi bahan salah satu referensi bagi pengembangan sistem pakar lainnya
atau bagi mahasiswa yang menyusun tugas akhir atau karya ilmiah yang berkaitan
dengan sistem pakar.
4.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
permasalahan yang telah dibahas, maka disimpulkan :
1. Metode
inferensi merupakan cara yang efisien
untuk memecahkan masalah diagnosis dalam sistem pakar mendiagnosa jenis
gangguan pada anak.
2. Untuk mengethaui
hasil diagnosa akhir
serta solusi pemecahan gejala dan stadiumnya.
3. Berdasarkan hasil
pengujian, Rancang bangun
sistem pakar ini
berguna untuk membantu dan
mempermudah orang tua dalam
memperoleh informasi
mengenai jenis gangguan
perkembangan pada anak serta
mendapatkan hasil diagnosa yang tepat.
4.2 SARAN
Dari beberapa kesimpulan yang
telah diambil, maka
dapat dikemukakan saran yang
akan sangat membantu
untuk pengembangan perangkat lunak ini selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Berndt,
T. J. (1992). Child Development. New York: Brace Jovenovich College Publisher.
2. Dewi,
F., Ir. (1999). Anak dan Lingkungan
Sosialnya. Jogjakarta: Jurnal Ilmiah
Psikologi.
3. Gunawan,
J., Dra. (2001). Autis. Blog Julianita
Gunawan. Jurnal. (2003) Jurnal Ilmiah
Psikilogi UGM. Jogjakarta: Jurnal Psikologi.
4. Kusumadewi,
S. (2003). Artificial Intelligence
(Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta: Graha Ilmu.
5. Le
Fanu, J. (2002). Deteksi Dini Gangguan Perkembangan pada Anak. London: James Le Fanu.
6. Maslim,
R. (2002). Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas dari PPDGJ. Jakarta: Rusdi Maslim.
7. Maharani,
V. T. (2007). Keterbelakangan Mental. Blog Tanaya Maharani.
8. Turban,
E. (1995). Decision Support and Expert
System; Management Support System.
Newyork: Prentice-Hall.
9. WHO.
(1992). The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral
Disorders.
10. http://www.mentalhealth.com.
0 komentar:
Posting Komentar